BATASAN DIPHTHERIA
Adalah suatu penyakit infeksi
toksik akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae
dengan ditandai pembentukan
pseudomembran pada kulit dan/atau mukosa.
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Kuman
masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian
atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta
selanjutnya menyebar keseluruh
tubuh melalui pembuluh limfe dan darah.
Toksin
diphtheria mula mula menempel pada membran sel
dan mengakibatkan inaktivasi enzim translokase Hal
ini menyebabkan proses translokasi tidak berjalan sehingga tidak
terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan akibat sel akan
mati. Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai respons terjadi inflamasi lokal yang
bersama-sama dengan jaringan nekrotik
membentuk bercak eksudat
yang mula-mula mudah dilepas.
Produksi toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin lebar dan terbentuklah
eksudat fibrin. Terbentuklah suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu
kehitaman, tergantung dari jumlah darah yang terkandung. selain fibrin, membran juga terdiri dari sel-sel
radang, eritrosit dan sel-sel epitel.
Bila dipaksa melepas membran akan terjadi perdarahan. Selanjutnya membran akan
terlepas sendiri dalam periode
penyembuhan.
Toksin
yang diedarkan dalam tubuh bisa mengakibatkan
kerusakan pada setiap organ, terutama jantung, saraf dan ginjal.
MANIFESTASI KLINIK
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi
penyakit ini bisa bervariasi
dari tanpa gejala
sampai suatu keadaan/penyakit
yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita
terhadap toksin diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan
membentuk toksin) C. diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis. Faktor-faktor
lain termasuk umur, penyakit
sistemik penyerta dan penyakit-penyakit pada daerah nasifaring
yang sudah ada sebelumnya. Masa
tunas 2-6 hari. Penderita
pada umumnya datang untuk berobat
setelah beberapa hari menderita keluhan
sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o
C dan keluhan serta gejala lain
tergantung pada lokalisasi penyakit diphtheria.
Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan.
Sekret hidung berangsur menjadi
serosanguinous dan kemudian
mukopurulen mengadakan lecet pada
nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan
tampak membran putih pada daerah septum nasi. Absorpsi toksin sangat
lambat dan gejala sistemik yang timbul
tidak nyata sehingga diagnosis lambat
dibuat.
Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise,
demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2
hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tenggorokan. Usaha melepas membran akan
mengakibatkan perdarahan. Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening di leher, bila bersamaan
dengan edema jaringan lunak leher yang luas
timbul bullneck. Selanjutnya tergantung derajat elaborasi toksin dan
luas embran. Bila kasus berat,
bisa terjadi kegagalan pernafasan atau
sirkulasi. disertai kesukaran menelan
Diphtheria Laring
Biasanya merupakan perluasan
diphtheria faring, pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata,
tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas. Gejala
sukar dibedakan dari tipe infectious
croup yang lain
seperti nafas berbunyi, stridor progresif, suara parau, batuk kering dan
pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi
suprasternal, subcostal dan
supraclavicular. Bila terjadi pelepasan membran
yang menutup jalan nafas
bisa terjadi kematian mendadak.
Diphtheria Kulit, Vulvovaginal, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak
di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung
menahun. Diphtheria pada mata dengan
lesi pada konjungtiva berupa
kemerahan, edema dan
membran pada konjungtiva palpebra.
Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret
purulen dan berbau.
DIAGNOSIS
PENYULIT
1.
Obstruksi
jalan nafas
Disebabkan
oleh karena tertutup jalan nafas oleh membran diphtheria atau oleh karena edema
pada tonsil, faring, daerah sub mandibular dan cervical.
2.
Efek
toksin
Penyulit
pada jantung berupa miokardioopati toksik
3.
Infeksi
sekunder dengan bakteri lain
Setelah penggunaan antibiotika secara luas,
penyulit ini sudah sangat jarang.
TATALAKSANA
1. Isolasi dan Karantina
untuk mencegah penularan
2. Pengobatan
2.1. Umum
Istirahat mutlak
selama kurang lebih 2 minggu,
pemberian cairan serta diit yang adekwat.
2.2. Khusus
2.2.1. Antitoksin
: serum anti diphtheria(ADS)
2.2.2.
Antimikrobial
Bukan sebagai pengganti
antitoksin, melainkan untuk
menghentikan produksi toksin.
2.2.3.
Kortikosteroid
bila terdapat
penyulit miokardiopati toksik.
2.2.4. Pengobatan
penyulit
2.2.5. Pengobatan
Carrier
Carrier adalah
mereka yang tidak menunjukkan keluhan, tetapi mengandung basil diphtheria dalam nasofaringnya.
Pengobatan yang dapat
diberikan adalah penisilin oral atau suntikan, atau eritromisin selama satu
minggu. Mungkin diperlukan
tindakan tonsilektomi/adenoidektomi.
3. Pencegahan
3.1. Umum
Kebersihan dan pengetahuan
tentang bahaya penyakit ini bagi anak-anak. Pada umumnya setelah
menderita penyakit diphtheria
kekebalan penderita terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.
3.2. Khusus
Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.