Diphteria

Sabtu, 08 Oktober 2011
BATASAN DIPHTHERIA
Adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang sangat menular, disebabkan oleh  Corynebacterium  diphtheriae  dengan   ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan/atau mukosa.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak  pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai  memproduksi  toksin yang merembes ke sekeliling  serta  selanjutnya menyebar  keseluruh tubuh melalui pembuluh limfe  dan  darah. 
Toksin diphtheria mula mula menempel pada membran sel  dan mengakibatkan inaktivasi enzim translokase Hal ini  menyebabkan proses  translokasi tidak berjalan sehingga  tidak  terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan akibat sel akan mati. Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai respons terjadi  inflamasi lokal  yang  bersama-sama  dengan jaringan  nekrotik  membentuk bercak eksudat  yang  mula-mula mudah dilepas. Produksi toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat fibrin.  Terbentuklah suatu  membran yang melekat erat berwarna  kelabu  kehitaman, tergantung dari jumlah darah yang terkandung. selain  fibrin, membran juga terdiri dari sel-sel radang, eritrosit dan  sel-sel epitel. Bila dipaksa melepas membran akan terjadi perdarahan. Selanjutnya membran akan terlepas sendiri dalam  periode penyembuhan.
 Toksin yang diedarkan dalam tubuh bisa mengakibatkan  kerusakan pada setiap organ, terutama jantung, saraf dan ginjal.

MANIFESTASI KLINIK
Tergantung  pada berbagai faktor, maka  manifestasi  penyakit ini   bisa   bervariasi  dari  tanpa  gejala   sampai   suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) C. diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis.  Faktor-faktor  lain  termasuk umur, penyakit sistemik  penyerta  dan penyakit-penyakit  pada  daerah  nasifaring  yang  sudah  ada sebelumnya.  Masa  tunas  2-6 hari.  Penderita  pada  umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita  keluhan sistemik. Demam  jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala  lain tergantung pada lokalisasi penyakit diphtheria.

Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan  tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi  serosanguinous dan kemudian  mukopurulen  mengadakan lecet  pada  nares dan bibir atas.  Pada  pemeriksaan  tampak membran putih pada daerah septum nasi. Absorpsi toksin sangat lambat  dan gejala sistemik yang timbul tidak nyata  sehingga diagnosis lambat dibuat.

Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2  hari timbul membran yang melekat, berwarna  putih-kelabu dapat  menutup tenggorokan. Usaha melepas membran akan mengakibatkan perdarahan.  Dapat terjadi  pembesaran kelenjar getah bening di leher, bila bersamaan dengan edema jaringan lunak leher yang luas  timbul bullneck.  Selanjutnya tergantung derajat elaborasi  toksin dan  luas  embran. Bila kasus berat, bisa  terjadi  kegagalan pernafasan  atau  sirkulasi. disertai kesukaran  menelan 

Diphtheria Laring
Biasanya merupakan perluasan diphtheria faring, pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.  Gejala  sukar dibedakan  dari  tipe infectious croup  yang   lain  seperti nafas berbunyi, stridor progresif, suara parau, batuk  kering dan  pada obstruksi laring yang berat terdapat  retraksi  suprasternal,  subcostal  dan  supraclavicular.  Bila   terjadi pelepasan  membran  yang  menutup jalan  nafas  bisa  terjadi kematian mendadak. 

Diphtheria Kulit, Vulvovaginal, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun.  Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa  kemerahan,  edema   dan  membran pada  konjungtiva  palpebra.  Pada telinga  berupa  otitis eksterna dengan  sekret  purulen  dan berbau.

DIAGNOSIS

PENYULIT
1.      Obstruksi jalan nafas
       Disebabkan oleh karena tertutup jalan nafas oleh membran diphtheria atau oleh karena edema pada tonsil, faring, daerah sub mandibular dan cervical.
2.      Efek toksin
Penyulit pada jantung berupa miokardioopati toksik  

3.      Infeksi sekunder dengan bakteri lain
Setelah  penggunaan antibiotika secara luas, penyulit  ini sudah sangat jarang.

TATALAKSANA
1. Isolasi dan Karantina
 untuk mencegah penularan
2. Pengobatan
2.1. Umum
Istirahat  mutlak  selama kurang lebih  2  minggu,  pemberian cairan serta diit yang adekwat.
2.2. Khusus
2.2.1. Antitoksin : serum anti diphtheria(ADS)
2.2.2. Antimikrobial
Bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk  menghentikan  produksi  toksin. 
2.2.3. Kortikosteroid
 bila terdapat  penyulit miokardiopati toksik.
2.2.4. Pengobatan penyulit
2.2.5. Pengobatan Carrier
Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, tetapi mengandung basil  diphtheria dalam nasofaringnya.
Pengobatan  yang dapat diberikan adalah penisilin  oral  atau suntikan, atau eritromisin selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi/adenoidektomi.

3. Pencegahan
3.1. Umum
Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit  ini  bagi anak-anak. Pada umumnya setelah menderita  penyakit  diphtheria  kekebalan penderita terhadap penyakit ini sangat  rendah sehingga perlu imunisasi.
3.2. Khusus
 Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.

0 komentar: